Minggu, 15 November 2015

Demotivation.. it's just an excuse to yourself

Dengan judul di atas, itu nunjukin banget kalau gue lagi demot haha

Well, yang namanya manusia, biasanya cuma cari alasan untuk membuat dirinya nyaman. Alasan agar ia tak semenyedihkan yang ia kira

Biasanya, demot itu emang di trigger oleh "sesuatu", dan jika kita menerima fakta bahwa kita demot, maka akan bermunculan masalah lain yang seolah-olah membuat kita jadi tambah demot, padahal harusnya kita bisa menerimanya dengan lebih positif.

Kalau di departemen gue, arsitektur, biasanya lo mulai demot karna gak ngerti ama studio dan tidak bisa mengikuti pace perkembangan teman-teman yang lain.

Abis itu lo "menyerah" dan gamau ngejar apapun itu ketinggalan lo.

Setelah masuk ke fase 1 demot, akan terjadi berbagai hal dalam kehidupan lo, yang seharusnya normal karna hidup lo gamungkin gaada masalah. Tapi hal-hal yang terjadi yang biasanya gajadi masalah, malah lo jadiin masalah.

Lo akan masuk demot fase 2, dimana semua hal bakal lo jadiin alasan untuk memperkuat demot lo.

Kalau tidak segera diatasi, akan masuk ke fase 3.

Gue belum pernah sampai fase 3, jadi gatau kalau ga bangkit abis fase 2 gimana.

My guess: stop attending other classes beside studio, stop coming to campus, stop talking to everyone via social media. Oke kita sebut ini fase 3.

Terus entah fase ke berapa, yang jelas fase terakhir, worst case scenario jika lo ga bangkit adalah lo cuti semester itu.

And the time when demotivation is finally corrupt and consumed you, lo bakal berhenti kuliah. Berhenti kuliah ga selamanya hal buruk se menyedihkan demot, tapi jika itu karna demot, itu menyedihkan.


Sambil nulis ini, gue sedang mengumpulkan energi-energi dalam diri gue sendiri untuk bangkit dari demot fase 2. Sejauh ini, ini demot terparah gue, jadi sambil menghitung tanggal, gue berusaha bangkit sebelum benar-benar terlambat.

All the best to all my fellow in Department of Architecture who bear the same problem. Semoga cepat bangkit kawan..


Minggu, 08 November 2015

Saat muslim bertemu dunia animanga... lalu?

Mungkin di negara Indonesia tercinta ini, anime dan manga sudah menjadi salah satu "tren" atau "hobi" atau "lifestyle" yang menjadi bagian hidup beberapa kalangan (biasanya anak muda)..

Entah hanya selingan, hobi yang sudah mendarah daging, atau bahkan sumber penghasilan dan seluruh hidup beberapa kalangan.

Setelah memahami bagaimana dunia animanga, dari luar atau dari kacamata pengamat yang tidak tertarik dengan dunia ini, biasanya akan menimbulkan banyak sekali prasangka.

Dari mulai:

"Wah pikirannya pasti gak bener, jorok.."
"Sukanya sama tokoh 2D doang ih.."
"Sampah masyarakat.."
"Nerd.."
"Ansos.."
"Weirdo.."

Sampai:

"Kayak anak kecil aja sukanya kartun"

.
.
.
.
.
Okey, sudah bisa lah membayangkan prejudice lain

Sekarang, sebagai manusia yang sempat kecebur dan masih basah sama dunia ini, cuma mau menulis pendapat aja. Kebetulan muslim, jadi mau bahas tentang itu juga.

Setelah ngudek-udek dunia animanga (gak dalem tapi lumayan lah) dan mengenal banyak tipe para penggemarnya, aku mau jujur kalau lebih banyak hal negatif di dalamnya dibanding hal positif. Selama ini dari SMP aku terjun, dengan pikiran super polos dan naif, juga mengetahui banyak bahaya di dalamnya, aku benar2 menyaring seketat mungkin apa yang akan aku selami.

Biasanya aku lihat rating dan rekomendasi. Aku bukan tipe yang nyari sendiri, biasanya harus ada setidaknya satu orang yang bilang "oke", baru aku selami. dan aku to the point, nanya apakah ada unsur gore, horror, dan semua kekejaman dunia yang bisa merusak pikiran indah anak SMP.

Hingga satu titik..

Aku merasa bosan..

Aku diomelin karena childish dan nonton digimon melulu

Bukan berarti aku mau sesuatu yang negatif. Aku mau sesuatu yang sesuai umur. Lebih kompleks. Lebih real. Lebih membuka pikiran. Sesuatu yang bisa aku kritisi juga, dari segi apapun. Walau ujung-ujungnya tetep aja tontonan anak baik.

Akhirnya aku mulai dapat rekomendasi animanga berisi yang sesuai umur. Bukan anime sampah yang gaada isinya, cuma menang cewe seksi atau adegan romansa sampah sesama jenis (kalo ngaku muslim, tolong hindari LBGT dan inses ya gaes)

Aku akui, kebanyakan animanga yang isinya berbobot yang kudapat biasanya ada unsur ga enak (misalnya gore) atau kejamnya dunia (tragedi yang terlalu jahat). Tapi lebih mending daripada unsur pornografi, so I bear with it a bit.

Setelah banyak mengobrol juga, dengan yang totally nerd, hanya hobi, sampai hanya tau, jadi banyak tau juga. Aku sempat masuk ke dalam fase "Mau nanya apapun season manapun taun manapun, aku tau semuanya" yang udah aku tinggalin sekarang karna ngapain juga kebanyakan tau hal ga guna, cukup yang menarik aja.

Jadi tau dong, semua jeleknya animanga.

Ngaku aja gaes, lebih banyak ke arah ga bener kan? Aku aja ngaku hahahaha

Sampai-sampai gatau lagi mau mengkonsumsi animanga apa karna yang bagus dan berbobot terlalu sedikit di antara jutaan anime ga bener, dan mungkin udah aku konsum semua yang bagus. Atau seiring perkembangan jaman, cuma beberapa author dan studio yang bisa mengeluarkan hal bagus. Eyang hayao Miyazaki pensiun sih jadi gaada asupan dari dewa anime lagi.

Sooo as a muslim, what to do?

Setelah menyimpulkan bahwa animanga penuh dengan unsur negatif? (Kata ustadz, lebih banyak mudharat nya)

Jawaban paling normatif: Hindari sebisa mungkin

Tapi dengan anda menghindari hobi ini sepenuhnya, tidak akan mengurangi jumlah kawula muda yang terjerumus ke dalam hal negatif di dalamnya, tidak menghentikan pesebaran luas kejelekannya, juga tidak bisa mengenalkan sisi baiknya kepada siapapun.

Satu jalan lagi, selain menghindar, adalah jalan yang paling sulit.

Masuk ke dalamnya, tanpa ikut ternodai, dan mulailah hal positif dari sana.

Jangan cuma bisa ngedumel "Gak selamanya hal ini negatif" "Kan bisa banyak belajar ilmu illustrasi dan animasi" "Bisa belajar ribuan hal di dalamnya" "Mereka semua gatau animanga itu apa, cuma bisa kritik"

Karna kalau cuma ngedumel pas dikatain orang yang hanya tau prejudice animanga, lo ga bisa mengubah prejudice mereka dan selamanya lo bakal dicap ga bener.

Jujur, aku sendiri belum melakukan hal yang bisa membangun prejudice positif, tapi coming soon lah ya. Masih mengumpulkan bahan-bahan dan persiapan teknis lain. Biasa, wacana melulu kerjaannya.

Tapi ya itu. Jika anda sebegitunya tertarik, apalagi dibarengi dengan skill dan ilmu bermanfaat, mulailah terlibat di dalam dunia penuh hal negatif bernama animanga, karena animanga adalah salah satu asupan tren yang banyak dikonsumsi bangsa ini.

Jangan biarkan bangsa ini hanya mengkonsumsi hal negatif. Hanya bisa jadi konsumen. Hanya penikmat. Hanya sampah masyarakat.

Apalagi jika anda muslim dan sadar dengan krisis moral yang ada di dalamnya.